andi taufiq beristighfar

Minggu, 25 April 2010

sastra

Kajian Fiksi
1. Hakikat Fiksi
Pengkajian terhadap karya fiksi, berarti penelaah, penyelidikan, atau mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut. Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan segala sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung. Tujuan utama analisis kesastraan, fiksi, puisi, ataupun yang lain adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang dapat memahami karya itu.

Manfaat yang akan terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita (segera) membaca ulang karya-karya kesastraan (novel,cerpen) yang dianalisis itu, baik karya-karya itu dianalisis sendiri maupun orang lain. Namun demikian adanya perbedaan penafsiran dan atau pendapat adalah sesuatu hal yang wajar dan biasa terjadi, dan itu tidak perlu dipersoalkan. Tentu saja masing-masing pendapat itu tak perlu memiliki latar belakang argumentasi yang dapat diterima.

2.Unsur-unsur Fiksi
Karya fiksi merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasiakan pengarang. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu sama lain yang erat dan saling menguntungkan.

Fakta, Tema, dan Sarana Cerita
Stanton (1965: 11-36) membedakan unsur pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian; fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra).
1. Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting merupakan unsur faktual yang dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel.
2. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, yang berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius dll. Tema bersinonim dengan ide atau tujuan utama cerita.
3. Sarana pengucapan sastra, adalah teknik yang digunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna. Macam sarana sastra antara lain, sudut pandang penceritaan, gaya (bahasa), dan nada, simbolisme, dan ironi.
Cerita dan Wacana
Menurut pandangan strukturalisme unsur fiksi dibagi dua yaitu cerita dan wacana. Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedangkan wacana merupakan bentuk dari sesuatu yang diekspresikan (Chatman, 1980:23). Oleh kaum formalis Rusia yaitu membedakannya ke dalam unsur fable (fibula) dan unsure sujet (sjuzet). Fabel merupakan aspek materil (dasar) cerita, keseluruhan cerita yang diungkapkan dalam teks naratif yang disampaikan kepada pembaca. Sujet yang disebut juga plot, adalah urutan cerita yang seperti terlihat dalam teks itu, yang mungkin berupa:

• Urutan kronolagis/normal (urutan dari awal hingga akhir, a-b-c)
• Urutan sorot balik (flash back, c-b-a)
• Urutan in medias res (mulai dari peristiwa/konflik yang menegang, b-a-c)

3. Plot / Alur dalam Karya Fiksi
1. Hakikat Plot dan Pemplotan
Beberapa pengertian menurut para ahli, antara lain:

•Stanton (1965: 14), mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
•Kenny (1966: 14), mengemukan plot sebagai peristiwa-peristiwayang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
•Forster(1970: 93), plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.

Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri dari urutan waktu saja belum merupakan plot, agar menjadi suatu plot maka peristiwa-peristiwa tadi harus diolah dan disiasati secara kreatif. Sehingga hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan. Sifat plot misterius dan intelektual menampilkan kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik atau bahkan mencekam pembaca. Sifat misterius plot tersebut tampaknya tak berbeda kaitannya dengan pengertian suspense, rasa ingin tahu pembaca. Bahwa unsur suspense merupakan suatu hal yang amat penting di dalam plot sebuah karya naratif. Unsur inilah, antara lain yang menjadi pendorong pembaca untuk mau menyelesaikan novel yang dibacanya. Oleh karena itu plot bersifat misterius, untuk memahaminya diperlukan kemampuan intelektul. Tanpa disertai adanya daya intelektual, tak mungkin orang dapat memahami plot cerita dengan baik. Hubungan antarperistiwa, kasus, atau berbagai persoalan yang diungkapkan dalam sebuah karya, belum tentu ditunjukkan secara eksplisit dan langsung oleh pengarang.

2. Peristiwa, Konflik, dan Klimaks
Perisiwa, konflik dan klimaks merupan tiga unsur yang amat esensial dan saling berhubungan.
2.1 Peristiwa
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg,1992: 150). Peristiwa dibagi menjadi 3 tergantung dari mana ia dilihat:

•Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peeristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan.
•Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengkaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita.
•Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin tokoh.

2.2 Konflik
Konflik yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting, merupakan unsur esensial dalam perkembangan plot. Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita. Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan(Wellek &Warren, 1989:285). Peristiwa dan konflik biasanya bearkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa fisik ataupun batin.
Konflik internal, yaitu:

•konflik fisik adalah sesuatu yang terjadi dengan melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang diluar dirinya.
•koflik batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seseorang tokoh.

Konflik eksternal, yaitu:

•konflik fisik/elemental adalah konflik yang disebabkan adanya benturan antara tokoh dengan lingkungan alam.
•konflik sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.

2.3 Klimaks
Klimaks menurut Stanton (1965: 16), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Dalam sebuah karya fiksi kita tamui dan rasakan , ternyata sulit menentukan klimaks. Orang bisa berbeda pendapat dalam menentukan klimaks.

3. Kaidah Pemplotan
Masalah kreativitas, kebaharuan, dan keaslian dapt juga menyangkut masalah pengembangan plot. Pengarang memiliki kebebasan untuk memilih cara untuk mengembangkan plot, membangun konflik, menyiasati penyajian peristiwa, dan sebagainya sesuai dengan selera estetisnya. Dalam usaha pengembangan plot, pengarang juga mamiliki kebebasan kreativitas. Kaidah-kaidah pemplotan yang dimaksud meliputi masalah:

•Plausibilitas. Plausibilitas menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita.
•Suspense. Suspense menyaran pada perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca(Abrams, 1981: 138). Atau, menyaran pada adanya harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita (Kenny, 1966: 21).
•Surprise. Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberi kejutan jika sesuatu dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca (Abrams, 1981:138).
•Kesatupaduan. Kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.

4. Penahapan Plot
Secara teoretis –kronologis tahap-tahap pengembangan, atau lengkapnya: struktur plot dikemukakan sebagai berikut:
a. Tahapan plot: Awal-Tengah-Akhir

•Tahap awal atau tahap perkenalan
•Tahap tengah atau tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik.Tahap akhir atau tahap peleraian: peleraian tertutup dan penyelesaian terbuka.

b. Tahapan plot: Rincian lain
1) Tahap situation: tahap penyituasian, berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar atau tokoh-tokoh cerita.
2) Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
3) Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
4) Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpalkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
5) Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan.

5. Pembedaan Plot
5.1 Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Ada beberapa macam yaitu:

•Plot lurus/progresif. Jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis. A →B→C→D→E
•Plot sorot balik/flash-back. Tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir. D1→A→B→C→D2→E
•Alur Campuran E→D1→A→B→C→D2
5.2 Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah

•Plot tunggal, hanya mengembangkan sebuah cerita.
•Plot sub-subplot, memiliki lebih dari satu alur cerita.
5.3 Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan

•Plot padat, hubungan antarperistiwa terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus-menerus mengikutinya.
•Plot longgar, pergantian antara peristiwa penting berlangsung lambat.
5.4 Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Isi

•Plot peruntungan
•Plot tokohan
•Plot pemikiran.

Latar (setting) dalam Karya Fiksi
1. Pengertian dan Hakikat Latar
Latar atau setting yang disebut sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.

• Latar fisik dan spiritual. Latar fisik adalah berhubungan dengan waktu, tempat. Penunjukan latar fisik dapat dengan bermacam-macam sesuai dengan tergantung kreativitas dan selera pengarang. Latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik.
• Latar Netral dan Latar Tipikal. Latar netral adalah latar yang tidak memiliki dan tidak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang justru dapat membedakannya dengan latar-latar lain. Latar tipikal adalah memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial.

Unsur latar yang ditekankan peranannya dalam sebuah novel, langsung atuapun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap elemen fiksi yang lain, khusunya alur dn tokoh. Peran latar yang menonjol, atau penekanan unsur latar, dalam sebuah novel mungkin mencakup beberapa unsur dan mungkin hanya satu-dua unsur. Antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Masalah status sosial juga berpengaruh dalam penokohan. Latar dalam kaitannya dengan hubungan waktu, langsung dan tak langsuang, akan berpengaruh terhadap cerita dan pengaluran.

2. Unsur Latar
Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1) Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
2) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3) Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Novel dan Cerpen
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang juga disebut fiksi. Perbedaan antara novel dan cerpen antara lain dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita. Menurut Edgar Allan Poe (Jassin, 1961: 72) sastrawan kenamaan Amerika, mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara dua-jam (suatu hal yang tidak mungkin dilakukan untuk membaca novel).
Cerpen sendiri walaupun sama-sama pendek mempunyai variasi yaitu:

• cerpen yang pendek (short short story ), bekisar 500-an kata,
• cerpen yang panjangnya ukupan (middle short story), dan
• cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan ribu kata.
Novel jauh lebih panjang daripada cerpen, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatakan berbagai permasalahan yang lebih komplek. Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak, secara implisit dari sekedar yang diceritakan. Unsur-unsur pembangun sebuah novel dan cerpen terdapat perbedaan antara lain:

Cerpen:
1. Pada umumnya plot tunggal, hanya terdiri dari satu peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir
2. Berisi satu tema
3. Jumlah tokoh maupun perwatakannya terbatas
4. Tidak memerlukan detail-detail khusus tentang keadaan latar, hanya melukiskan latar secara garis besar saja atau bahkan hanya secara implisit
5. Pencapaian sifat kepaduan lebih mudah, keutuhan cerita hanya pendek –sependek satu bab dalam novel

Novel:
1. Pada umumnya memiliki lebih dari satu plot, terdiri dari satu plot utama dan sub-subplot.
2. Dapat berisi lebih dari satu tema, yaitu satu tema utama dan tema-tema tambahan
3. Jumlah tokoh lebih banyak dan perwatakannya lebih rinci dan lengkap
4. Melukiskan latar secara lebih rinci sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkret, dan pasti
5. Pencapaian sifat kepaduan lebih sulit, keutuhan cerita meliputi keseluruhan bab

Novel Serius dan Novel Popoler
Sebutan novel populer atau novel pop, mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila, dan Cintaku di Kampus Biru pada tahun 70-an. Sesudah itu novel hiburan, tidal peduli mutunya disebut sebagai novel pop. Sastra dan musik populer sebagai kelanjutan dari istilah populer yang sebelumnya telah dikenal di dunia sastra dan musik adalah semacam sastra dan musik yang dikategorikan sebagai sastra dan hiburan komersial.
Novel popular adalah novel yang popular pada masanya dan banyak masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Sastra populer adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra popular yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya (Kayam, 1981: 88). Novel serius justru harus sanggup memberikan yang serba berkemungkinan, membaca novel serius jika ingin kita memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel ini disoroti dan diungkapan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius mempunyai tujuan memberikan pengalaman yang berharga atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan kepada pembaca. Contoh Hamlet, Romeo dan Juliet, Belenggu, Atheis, Jalan Tak Ada Ujung, Mahabarata, dan Ramayana.

Novel popular lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita (Stanton, 1965: 2). Berhubung novel populer lebih mengejar selera pembaca, komersial, ia takkan menceritakan sesuatu yang bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan berkurangnya jumlah penggemarnya. Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cera pengucapan yang baru pula. Oleh karena itu, dalam novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang bersifat stereotip, atau paling tidak, pengarang berusaha untuk menghindarinya. Novel serius menuntut aktivitas pembaca untuk mengoprasikan daya intelaktualnya. Pembaca dituntut untuk ikut merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antartokoh. Novel serius juga tidak bersifat mengabdi kepada pembaca, dan memang pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak